Minggu, 18 September 2011

Tangisan Cinta


Aku akan menikah!  ….bulat tekadku akan akan menikah dalam usia dini, menyempurnakan separuh agamaku. Terserah orang lain mau menilai apa? Terserah masyarakat mau berkomentar apa toh aku bukanlah seperti kebanyak pemuda-pemudi masa kini yang menikah dini akibat Pergaulan Bebas lalu hamil diluar nikah. Menikah dini adalah impianku didalam kesadarku. Dimana aku nanti akan mengabdi pada suamiku, dimana nanti aku menunggu & menyambut kepulangannya dengan mesra, dimana nanti aku dan dia merajut cinta menuju syurga-Nya. Apakah ada yang salah dengan impian ku? Bukankan indah bermesraan, bercanda tawa, berbagi suka duka bersama orang yang kini telah halal untuk kita? Tentu tidak kan? Itulah perbedaannya menikah dini dengan pacaran. Hemm buat ku “Say No To Pacaran Before Nikah”. Orisinalitas selalu menjadi prioritas utama bagiku.
          Disetiap hari-hariku hasrat itu selalu ada, hasrat ingin dicintai dan mencintai juga diakui keberadaannya. Orang bilang umur 20an kaya aku ini belum punya pacar berati gak laku….Iya sih memang bentul aku gak laku, gak lalu buat bermaksiatan…. Sekarang zina sudah dianggap suatu kewajaran. Mau jaga pandangan aja pun susah, hmm bagaimana hati bisa terntram bila terus dan terus melihat aurat orang lain dengan atau tanpa sengaja di muka umum. Huft seandainya aku sudah memiliki seorang suami mungkin aku akan mengecup tangannya, membelai sayang dan mengucap salam kepadanya. Huusststtt…..fikiran itu lagi yang datang, duh Masya Allah lindungilah diriku ini.
“Waktu-waktu ini telah berputar.....
Sepi seperti hari-hariku…
Namun dzikir dan tasbih tetap ku kumandangkan…
Hanya syukur yang dapat ku hanturkan kepda-Mu dalam kesusahan ini ternyata masih banyak orang lain yang lebih sulit dariku.
Sementara aku masih terlena dengan kepuasaan saat ini tanpa usaha yang optimal.
Apakah normal bila ada rasa terselip dalam diri ingin dihiasi hadirnya seseorang?
Ingin dicintai dan ingin mencintai….
Betapa rasa-rasa itu selalu hadir dalam sela-sela hari.
Meskipun dalam sibukpun kesepian itu tetap hadir
Aku tau dan teramat tau posisiku, dimana masih banyak impian yang harus diraih, dimana perjuangan mesti harus di tempuh, dimana cita-cita harus dicapai dan dimana seorang adik dan saudaranya harus ditolong, Juga dimana Syurga-Nya telah menanti…
Aku tau itu dan benar-benar tau tapi aku tak ingin sendiri menjalaninya…..”
         
          Ya Rabbi aku tak ingin mejadi hamba-Mu yang kufur nikmat tapi kenapa rasa ini selalu menghampiriku? Apa sebaiknya aku coba untuk membicarakan hal ini dengan kedua orang tuaku?
Nah itu ibu sedang duduk, aku akan coba mulai bicara dengan beliau terlebih dahulu.
“Assalamu’alaykum bu….”
“Alaykumussalam, Nak”
Aku diam sejenak, jantungku berdegub kencang dan air keringanku semakin membasahi tubuh ini,ku coba tenangkan diri membetulkan posisi dudukku…..
“hmmm….ibu, aku ingin menikah muda bu….” Pintaku dengan nada datar
“Apa kamu bilang, kamu fikir nikah itu mudah? Kamu fikir nikah itu hanya kesenangan belaka? Coba lihat umurmu yang masih tak seberapa, dan kuliahmu yang belum selesai, kamu ini baru semester 6 dan belum berpenghasilan tetap. Dan lagi bagaimana dengan pendidikan adik-adik kamu,mereka butuh kamu disini?” jelasnya dengan nada tinggi
“Ibu, bukankah menikah itu adalah ibadah? Apakah salah niatku ini menikah menghindari fitnah? Menghindari zina? Untuk menjaga pendangan & kehormatanku?” jelas ku dengan isak tangis
“Ibu ketahuilah aku ingin menikah bukan seperti mereka yang menikah karena pergaulan bebas, niatku jauh lebih tulus untuk membangun keluarga sakinah, aku tau aku masih kuliah dan belum memiliki perkerjaan tetap, tapi apa hanya karena itu aku dilarang untuk menikah? Bukankan dulu ibupun menikah dengan ayah tetap bisa membantu bibi? Tentu akupun bisa seperti itu, menikah juga kuliah dan tak akan lupa dengan adik-adikku yang lainnya. Apakah ibu ingin aku menikah dalam keadaan janin haram yang ada dalam kandunganku,maka biarkanlah aku menikah dengan ikatan suci” lanjutku dengan isakan tangis memelas
“Tidak Nak, jika kamu sayang ibu jangan kau menikah saat ini, menikah itu berat Nak ibu tak mau kau kesulitan. Kasihanilah ibu” pinta ibu dengan wajah memelas

          Sejak kejadian itu akupun tak pernah mengungkitnya lagi sampai beberapa waktu. Sebenarnya masih banyak segudang pertanyaan menghampiriku. Apakah ibu tidak mengetahui kegelisaan dalam diriku? Apakah ibu tak mengetahui betapa sulitnya kau menjaga kehormatanku untuk menjahui perzinahan seperti teman-temanku? Kenapa ibu melarang zina sementara permintaan nikahku di tolak? Apa yang sebenarnya tersembunyi? Apa yang kurang dariku jika memang aku dinyatakan belum siap menikah? Aku butuh jawaban yang syar’i, aku butuh jawaban logika, aku butuh jawaban itu……dan airmatakupun turut jatuh membasahi pipi
          Satu persatu undangan pernikahan teman silih berganti mengabariku…silih berganti pula ku hadir tuk kesekian kalinya ke pesta pernikahan, sendiri tanpa ada yang menemani, tampa ada yang mengandeng ataupun merangkul. Aku hanya bisa sabar dan pasrah menanti waktu itu tiba, dimana seorang pangeran menjemput dari istanaku…..
          Hari-hari berlalu aku merasa ada yang beda kali ini. Ada seorang pria mengusik hatiku. Wajahnya menyejukan hati, dari keluarga berlatar baik, berwawasan luas dan agama yang cukup. Entah kenapa timbul sebuah harapan padanya, apalagi sejak dia rajin mengirim sms nasihat dan humor.
“Assalamu’alaykum Aini,sepertinya Da yG prLu Qt bhas, MginGat spertiny U dah bYk menyita wKtuku”
“ ‘Alaykumussalam, ya kak Yakut Pa yG inGn dibiciarakn?” sms balazanku
“ KK MrsaKan Da Yg Lain DintRa Qt Aini, Prsaan Yg lebih Utk mu Slbh Dr tMan or Sobt Sklipun, Pa dRi U mRsaKN pUla Yg Qu rasakn?”
“Ehmm,…..PrsAaan itU Pun Da PdDriku kak?”
“KlO bGtu bIarlah Rasa Ni mNggalir Pa AdaNya Cz Tu fItroh…J
Jujur aku merasa terhibur dan tersanjung dengan itu semua. Aku terus-dan terus merasa nyaman, senyaman-nyamanya dengan hubungan ini. Kami sering menyanjung dan berkomitmen ini menikah bersama namun kami tidak mau hubungn ini disebut berpacaran. Aku marasa sangat berati, aku merasa menjadi wanita seutuhnya sama dengan wanita lainnya. Dia selalu pandai menghiburku, dia selalu mengisi hariku, dia selalu mencoba membuatku tersenyum, dia selalu berusaha memenuhi keinginanku. Hubungan ini berjalan cukup lama hingga berbulan- bulan.
          Aku mulai terlena dan terlena dengan hubungan ini. Meskipun hubungan ini hanya dikategorikan hubungan jarak jauh hanya sebatas sms dan telefon namun hal ini banyak menyita waktuku. Ku sadari ada penurunan imanku, ada penurunan ketidak pekaanku terhadap saudari-saudari muslimku. Itu terlihat aku lebih gemar smsan dr pada mengerjakan sunah dan aku lebih banyak tidak menghadiri undangan saudara/iku. Ya Rabbi aku dalam kebimbangan, apa iya benar apa yang ku lakukan selama ini? Aku tak peduli, aku akan memperkenalkan Kak Yakut dengan kedua orang tuaku dan keluargaku. Aku yakin kak Yakut adalah jodohku tidak peduli apapun respon ibu dan ayahku. Aku terlanjur dan teramat sangat mencintai Kak Yakut.
“Kak Yakut, BsakaH MingGu Dpn Kmu SilaTurahMi BrTmu dg Kedua OrG Tua Qu? Aqu iGn HubGn qIta MeNjadi Halal,Sperti Yg Qt RnCanaKan?
Loh kok tumben lama banget yah kak Yakut balaz smsnya….Gak biasanya dia seperti ini, apa iya dia sedang sibuk? Hmmm…..baiklah aku akan telefon dia biar dia bahagia mendengar suaraku.
“Hah, Kok nomernya gak aktif sih? Tapi tadi repot smsnya terkirim…Apa apa yah??”

Beberapa minggu berlalu sejak sms itu Kak Yakut tak pernah lagi menghubungiku, tidak mnegirim sms, telefon bahkan dia sudah jarang lagi terlihat di kampus atau tempat restoran tongkrongannya. Kenapa dia gak ada kabar, setidaknya jika ada permasalahan dibicarakan bukan menggantung seperti ini. Hahfg…..Aku lelah dan ingin segera pulang kerumah…
“ToK….Tok…Tok… Assalamu’alaykum bu…..ibu tolong buka pintunya Aini sudah pulang” seruku
“’Alaykumussalam…..Sabar Nak, segera ibu buka….”jawab ibu
“Bagaimana kuliahmu hari ini Aini?”
“Berjalan lancar Bu, Hamdallah ini berkat doa ibu, terimakasih yah Bu”
“Sama-sama Aini anakku sayang, oh iya Aini ini ada undangan pernikahan dari kawanmu” ibu menyodorkan undangan kepadaku
“Undanngan dari siapa yah?” Dengan penuh keheranan akupun membacanya
“Masya Allah, ABDUL YAKUT HIDAYATULLAH  menikah dengan Siti Khofifah” Tubuhku lemas dan bergemetar nyaris jatuh ke lantai
Dialah Abdul Yakut Hidayatullah? Kak Yakut yang ku kenal, yang ku cintai yang ku banggakan, yang ku hargai ternyata dia dengan jelas mencampakanku. Semua perkatannya janjianya untuk menikahiku adalah dusta, dusta besar. Kebohongan belaka yang dipoles oleh kata-kata manis tapi kini telah memuakkanku. Aku menagis sejadi jadinya sungguh teganya dia memperlakukan aku seperti ini. Aku merasa seperti wanita bodoh, wanita boneka yang bisa dipermainkan kapanpun dengan mudah. Salah siapakah ini semua? Salah ibuku mengapa ia melarang aku untuk menikah? dengan menikah aku tak perlu terjerumus hubungan gelap ini. Salah aku yang mengabaikan perintah agama untuk tidak mendekati zina padahal aku tau itu. Salahku yang mudah percaya padanya pada kebohongannya yang tertutup itu, salah ku yang begitu polos dan mudah terlena. Salahnya yang telah membohongiku, mencampakannku dan mempermainkanku. Aku benci ini semua……….Kenapa ini terjadi padaku????

13 Mei kini tiba, hari dimana kak  Yakut menikah. Meskipun sakit aku akan tetap menghadiri pesta pernikahannya sebagai bukti aku adalah muslimah yang memenuhi hak undangan saudaranya. Ku kenakan gamis yang tak biasanya, aku berusaha tampak lebih rapih dan dengan sedikit senyuman dibibir. Dengan sepeda motor ku lalui rumput-rumput indah dijalan hingga tibalah aku di lokasi pernikahan. Disebuah aula mesjid yang megah di Jakarta Barat, mesjid MPR DPR. Sebuah pernikahan yang begitu megah dengan lantunan syair nasyid. Bismillahirah Ya Rabb lindungi hamba. Dengan langkah perlahan-lahan ku hampiri dua mempelai itu.
“Assalamu;alaykum akhi wa ukhti….” Sapaku dengan senyum getir
“’Alaykumussalam ya ukhti…” jawab mempelai wanita bergaun merah dan berjilbab pendek berlilit dilehernya memberikan senyuman indahnya
“Barakallah ya ukhti wa akhi, semoga menjadi keluarga sakinah ma wadah wa rohmah” ucapku sambil memberikah sebuah kado berisi buku pernikahan kecil yang semalam ku persiapkan…..
“Amin jazakillah, Insya Allah ya ukhti, kami pun akan menunggu undangan walimah dari anti” 
Aku hanya diam membisu terpaku pucat kurasakan seluruh tubuhku mulai mati rasa, ku tatap kak Yakut diapun tampak pucat pasi mungkin karena dia malu padaku atau merasa bersalah padaku. Lalu kenapa dia tega mengundangku? Seandainya tidak ada iman dalam hatiku, seandainya Allah tak melihatku, seandainya Rosul tidak mengajarkan umatnya untuk menahan amarah tentulah aku akan melepar sepatuku kewajahnya. Tak terasa airmataku mulai bertumpuk dipelipis mata sungguh aku tak kuasa aku pun segera berlari ke tempat sepi dan akupun mulai menangis. Ku tangisi sesal dan kepedihanku teriring oleh syair nayid bersenandung….
“Cari, cari, carilah pasangan betul-betul oh kawan bagi yang berseri rumah tangga akan harmonis…..
          Cari, cari, carilah pasangan betul-betul oh kawan bagi yang berseri rumah tangga akan harmonis…..”
Oh kemana lagi kan ku bawa perasaan ini, kemana lagi kan ku mengadu, kemana lagi akan ku cari pemilik rusuk ini hiks…..hiks…..
“Kata-kata cinta terucap indah mengalir berdzikir di kidung doaku
sakit yang ku rasa biar jadi penawar dosaku…..
 Butir-bitir cinta  airmataku teringat semua yang Kau beri untukku
 ampuni khilaf dan salah selam ni Ya Illahi…Muhasabah cintaku……”
Lantunan syair nasyid ini semakin menusuk-nusuk hatiku ini. Aku ingin sekali berkhalwat dengan Mu ya Rabbi lama telah ku tinggalkan sepertiga malam-malamku tanpa bersama-Mu. Kesombonganku tanpa beristikharah pada-Mu mengahantarkan aku ke dalam hinaan ini. Kusadar  yang terlupa dalam diri, ketidak sabarankku dalam menunggu jawaban kehendak-Mu. Aku terlena dalam mimpi-mimpi indah ingin membangun kelurga sakinah tanpa ku perduli dengan cara yang salah sekalipun seharusnya aku menyadari jika memang dia adalah pria yang baik agamnya tentulah ia tidak akan membohongiku memepermainkanku melainkan seharusnya ia datang bertemu dengan kedua orang tuaku untuk memintaku dalam ikatan suci bukan dengan sebuah ungkapan perasaan murahan by telefon. Oh ibu karmakah aku karena telah mengkhinati permintaanmu untuk menunda pernikahan? Ibu maafkanlah aku, mungkin aku masih perlu mempersiapkan segala hingga hari impian itu tiba. Bukankah cinta itu indah bila ia datang tepat pada waktunya? Airmataku terus mengalir membasahi bumi seperti gerimisnya hati ini……….


(Cerita ini hanya fiktif belaka bila terdapat kesamaan nama,kisah,tokoh dan lainya itu hanya kebetulan belaka. Mohon apresiasianya berupa saran dan kritik untuk cerpen ini mengingat saya masih dalam tarap belajar menulis, Terimasih banyak)

Created Saffinathus Shahra



Tidak ada komentar:

Posting Komentar